Jumat, 05 Oktober 2012

Testimoni Operator Simkah

Terinspirasi dari pernyataan Pak Asfan Shabri, terbersit sebuah harapan dalam rentang perjuangan penyebaran virus SIMKAH. Bahwa dengan perjuangan nan gigih serta melirik perkembangan SIMKAH yang terus dikampanyekan melalui media dan cara "apapun" telah menembus seluruh pelosok dari Sabang sampai Merauke.


SIMKAH, yang dalam perkenalan pertama dipahami adalah sebuah system yang bisa membantu kerja penulisan/pengisian "arsip" Negara dari cara "manual" (menulis dan menggaris pakai tangan dan tinta hitam serta harus huruf KAPITAL.red) berganti dengan cara yang lebih modern dan bermartabat, yaitu dengan menggunakan mesin (printer.red).

Melihat hal itu maka banyak yang bersemangat sebagian dari para kuli catat pernikahan untuk memakai "barang" yang bisa sedikit meringankan kerja itu. Maka ada yang berasumsi, SIMKAH adalah pengisian model-model pencatatan Nikah pakai mesin (printer). Kenapa tidak? Dengan system yang dibangun dan dipelihara serta terus dikembangkan oleh "Ariessoftware.net" itu, kerja yang biasanya diselesaikan oleh 4 orang personil bisa diselesaikan hanya oleh "satu orang" operator sahaja.

Bahkan ada seloroh dari beberapa rekan pegawai KUA yang sudah hampir memasuki usia pensiun menyatakan " semenjak mulai jadi pegawai sampai berkenalan dengan SIMKAH, kerjanya setiap hari di KUA hanya "menggaris" saja, mulai dari model NB sampai model N. Bisa dibayangkan hampir separoh umur "pegawai KUA" hanya diperuntukkan untuk menggaris saja.

Kehadiran SIMKAH yang menawarkan segudang kemudahan, sangat membantu urusan administrasi dengan hasil yang bagus serta rapi.
Bahkan untuk menerima Pagawai di KUA pun ada kriteria tertentu yang wajib dimiliki oleh para pelamar, yaitu tulisan kapitalnya harus rapi dan bagus.

Hari ini semenjak SIMKAH sudah diparkir di Bimas Islam Kemenag RI, perlahan tapi pasti para kuli pencatatan pernikahan sebenarnya bisa sedikit bernafas lega serta sedikit mengendurkan pergelangan tangan yang pegal dan penat untuk penulisan dan penggarisan dokumen pernikahan. Melirik beberapa kemudahan kerja yang ditawarkan oleh SIMKAH di atas, sangat disayangkan masih ada yang acuh bahkan ada yang dengan gigih mempertanyakan regulasi (KMA, PMA, EDARAN dll) dasar hukumnya apa? Padahal jika ditanya para bawahan mereka pasti akan menjawab kenapa tidak dipakai jika system itu bisa mempermudah kerja?

Seperti pernah diungkapkan dalam uneg sebelumnya keengganan mencoba memakai SIMKAH itu kebanyakan dilatarbelakangi oleh "ketakutan" berkurangnya "jatah" yang bisa didapat. Padahal tidak, bahkan jujur dituliskan di sini kita bisa dapat lebih dari yang pernah "didapatkan" sebelum memakai SIMKAH, minimal "lembaga kita" dapat "pujian" yang nilainya lebih dari apapun walaupun itu bukan tujuan kita sebagai pelayan.

Selanjutnya, ada fenomena menarik belakangan ini dengan telah terbukanya akses informasi melalui "dunia maya", banyak status maupun pesan dari akun yang mengatasnamakan KUA, yang mempertanyakan/validitas keabsahan "surat nikah" dari KUA X yang orangnya telah pindah alamat ke kecamatan B, apa benar tercatat di KUA X? Karena yang bersangkutan minta buku nikahnya di legalisir di KUA B. Bahkan ada yang secara langsung KUA menyurati dengan melampirkan fotocopy surat nikah untuk minta validasi sahnya tercatat sebuah pernikahan di KUA asal.Sejatinya fenomena validasi seperti itu sudah akan terjawab dengan optimalisasi pemakaian SIMKAH. JUST ONE CLICK, data pernikahan di KUA manapun akan bisa kita lihat dari manapun.

Maka seyogianyalah hari ini, di era keterbukaan informasi kita para petugas pencatat pernikahan berfikir dan bertindak cepat untuk memanfaatkan system yang sedang dibangun ini. Mari kita wujudkan "database pernikahan se Indonesia" melalui optimalisasi pemakaian SIMKAH.Bisa dibayangkan jika seluruh pernikahan yang tercatat di KUA sudah berada dalam satu file database, dan seluruh KUA direndam banjir atau kebakaran, maka tidak akan ada istilah "pemutihan", tidak ada jawaban kepada masyarakat, maaf mungkin akta nikah yang nama bapak ada didalamnya sudah terendam banjir, atau berbagai dalih yang dikemukakan karena banyaknya debu akta nikah kalau mesti mencari ke gudang.Kemudian, database pernikahan itu juga bisa kita share ke instansi yang notabene selalu lempar permasalahan ke KUA, seperti Pengadilan Agama, kependudukan serta Imigrasi. Sehingga permasalahan klasik masalah tercatat atau tidaknya sebuah pernikahan akan terjawab tuntas hanya dengan jargon "JUST ONE CLICK".

    Untuk mewujudkan cita dan harapan mulia itu, jelas membutuhkan perjuangan dan aturan yang baku. Dengan adanya payung hukum yang jelas dibarengi dengan tindakan nyata serta dukungan dana dan anggaran yang memadai, kita yakin usaha itu pasti akan menuai hasil yang signifikan. Perjuangan dari bawah sudah dimulai dan menampakkan perkembangan yang sangat pesat, dorongan dari atas juga sangat diperlukan untuk menyatukan persepsi dan kreasi di bawah. Tentu dengan memperjuangkan yang ditengah dengan dukungan "DANA dan ANGGARAN". (SYAFRIJAL MALIN)

0 komentar:

Posting Komentar